BKD Kota Samarinda (27/07/2015) - Setelah merayakan Idul Fitri, ada yang mudik ada yang cuma di rumah aja, hari ini rabu, 22 Juli 2015 adalah hari pertama PNS masuk kerja. Dan sepertinya bolos kerja bukan trend lagi di lingkungan PNS, tingkat kehadiran pegawai di hampir semua SKPD diatas 90%. hari pertama kerja seperti biasanya tidak langsung tune in ke pekerjaan, tapi seperti sebuah tradisi, saling mengunjungi dan keliling bersilaturrahim dengan teman teman pegawai di SKPD lain.
Disela silaturrahim terselip obrolan hangat yang sebagian besar harapan agar ada rezeky yang tidak terduga lagi, rupanya habis habisan pada saat lebaran sudah menjadi tradisi di lingkungan Pegawai, dan mungkin masyarakat kita. Padahal PNS saat ini sudah tidak ada lagi pungutan liar, semua pendapatannya sebenarnya sudah bisa di prediksi dari awal, karenan komponennya jelas, selain gaji pokok ada insentif dan honor tim, yang seharusnya sudah bisa di prediksi dari awal tahun anggaran. Sehingga awal masuk kerja pasca libur lebaran ini sudah di atas tanggal 20, berarti hampir dua minggu PNS harus super hemat sampai tiba waktunya gajian kembali.
Awal ramadhan tahun ini sebenarnya dihantui lesunya ekonomi, sehingga di khawatirkan peningkatan nilai barang konsumsi dan menurunnya daya beli masyarakat, dimulai dari bangkrutnya Yunani dan melemahnya perekonomian China dengan merosotnya bursa saham China. Tapi kita bersyukur Pemerintah kita berhasil mengendalikan harga dan menjaga ekonomi Indonesia tetap stabil.
Saya termasuk manusia yang konservatif. Sampai detik ini saya tidak punya kartu kredit, kredit ada tapi nilai angsuran kredit tidak sampai 30% dari nilai gaji pokok yang harus di angsur setiap bulannya. Balajar dari pengalaman kredit hanya memacu pola hidup konsumtif. Teori ekonomi apapun rumus pengeluaran pasti harus lebih rendah dari pendapatan, kalau ada lebihnya bisa di saving. tapi se-enggak enggaknya jangan sampai pengeluaran melebihi pendapatan. leluhur kita luar biasa bijaksananya, sudah mengingatkan kita dengan pepatah jangan sampai besar pasak daripada tiang. artinya budaya hidup hemat dan menyesuaikan dengan pendapatan adalah kultur kita Indonesia.
Akan tetapi pola hidup saat ini sudah berubah, kalau dulu makan harus masak dulu di rumah, sekarang makan di mall atau rumah makan. seminggu sekali nonton di 21 atau XXI yang beli snack sama minumnya lebih mahal dari harga tiketnya, atau mengikuti trend gadget yang harga gadget high end diatas 5 juta rupiah, dan parahnya demi pakai gadget terbaru harus kredit, belum lagi kredit motor, mobil dan kredit konsumtif lainnya. Untuk keluarga modern saat ini tidak ada yang salah dengan pola hidup tersebut. Orang tua baru bisa memiliki waktu berkualitas di akhir pekan karena kedua orangtua bekerja, sementara anak sekolah full day.
Pola hidup modern tersebut tentunya high cost, sehingga perlu kebijaksanaan dalam mengelola keuangan. Dana yang di keluarkan untuk menunjang life style yang sebagian besar adalah kebutuhan sekunder tentunya harus tidak mengalahkan alokasi untuk kebutuhan primer, dan rumus intinya adalah jangan sampai untuk memenuhi kebutuhan sekunder menggunakan dana pinjaman / hutang. Kita harus belajar dari sejarah, orang yang terlilit hutang atau perusahaan yang bangkrut pasti masalah utamanya kesalahan alokasi pendapatan untuk konsumsi yang bukan kebutuhan primer / utama. Boleh berhutang untuk kegiatan yang produktif.
Besar Pasak Daripada Tiang adalah ungkapan populer sekaligus nasihat dari leluhur kita. Silahkan bersenang senang menggunakan pendapatan yang kita dapat, tapi jangan bersenang senang melebihi apa yang kita terima. Take Home Pay kita adalah standard hidup kita. Mari kita jaga standard hidup kita, jangan melebihi batas. (Suparmin/IV)
Sumber : http://suparmin.my.id/?p=231





